Jumat, 24 Agustus 2007

electronics busineses

ELECTRONICS BUSINESS

Maraknya bisnis DotCom di dunia maya seakan-akan seluruh bisnis old economy akan tergilas habis dengan paradigma “new economy” ternyata tidak menjadi kenyataan. Akhir-akhir ini berbagai media melaporkan bahwa saham perusahaan perusahaun dotcom tumbang satu per-satu. Saham Yahoo dalam satu tahun ini sudah turun 54 %, American Online turun 43 %, Amazon bahkan 58 %. Harga sahamnya terus merosot, sehingga kehilangan sampai 88 persen nilainya sejak harga saham perusahaan ini mencapai puncaknya 14 bulan yang lalu. Bahkan diramalkan 75% dari perusahaan DotCom dalam 5 tahun mendatang nilai sahamnya bisa habis sama sekali.

Konsep Perusahaan DotCom merupakan salah satu contoh dari implementasi e-business. Dan e-business merupakan salah satu dari implementasi Teknologi Informasi (TI). Banyak Perusahaan di Indonesia yang telah menggunakan TI sebagai media perantara dalam berbisnis. Hal ini dikarenakan faktor kecepatan dan keakuratannya dalam menunjang proses bisnis. Di satu sisi Perusahaan telah mengimplementasikan TI dalam kebutuhan bisnisnya, dan di sisi lain pada masyarakat umumnya baru sebagian kecil saja menggunakan sarana TI. Research World dalam edisinya April 2000 menampilkan hasil riset Forrester Research Inc. yang mengemukakan bahwa selama tahun 1999 yang lalu total advertising di internet di dunia mencapai US$ 3,3 milyar. Dari jumlah itu US$ 2,8 milyar adalah di Amerika Serikat sedangkan di Eropa US$ 286 juta, seluruh Asia Pasifik US$ 166 juta dan Amerika Latin US$ 51 juta. Di kawasan Asia Pasifik sendiri Jepang di urutan pertama dengan US$ l 17 juta, Australia US$ 23 juta, China US$ 8 juta, Korea US$ 5 dan Taiwan US$ 4. Indonesia, Singapore, Malaysia, Thailand, India, dan lain lain) yang secara total hanya US$ 9 juta. Kalau Indonesia mengambil porsi misalnya 20 %, maka baru sebesar US$ 1.8 juta atau sekitar Rp 18 milyar iklan yang dibelanjakan ke perusahaan perusahaan dotcom di Indonesia.
Kondisi Perusahaan DOTCOM di Indonesia.

Sebagian Perusahaan di Indonesia mencoba berbisnis melalui Perusahaan DOTCOM, tetapi masih dalam persentase yang kecil, umumnya masih terkesan coba-coba (ikut-ikutan) dan tergiur oleh booming keuntungan di luar negeri. Akibatnya perusahaan tidak cukup kuat saat terjadi booming perusahaan yang sama sehingga bisnis tersebut menjadi colaps. Sebenarnya daya tahan dan kemajuan suatu perusahaan sangat bergantung dari kreativitas dan inovasi (proaktive) dari pelaku bisnis (manajer dan personilnya) dalam menerapkan strategi bisnisnya. “Kebanyakan perusahaan dotcom di Indonesia masih bersifat meningkatkan fisibilitas dan awareness,” kata Andreas Diantoro, Country Manager Business Customer Sales Organization PT Hewlett-Packard Indonesia. Menurut Andreas, untuk bisa maju memang harus mencari model bisnis yang bisa menghasilkan keuntungan. Seperti yang dilakukan M-Web, perusahaan pay-TV di Afrika Selatan dengan mengakuisisi Satunet dan Astaga yang sangat mirip. Sementara M-Web sendiri sebelumnya juga membeli ISP (penyedia layanan jasa Internet) Cabinet, selain membangun portalnya sendiri. “Apa yang dilakukan M-Web ini merupakan strategi untuk menghasilkan income. Kalau hanya mengandalkan portal saja, seperti Astaga yang hanya mengandalkan penghasilan dari iklan jelas tidak cukup,” tambah Andreas. Sementara itu mantan Manager Strategi dan Implementasi Astaga Harry Surjadi melihat bisnis dotcom yang mulai tumbuh di Indonesia tahun lalu, hingga kini masih mencari konsep atau model.

Pada tahun 1994 di Universitas Carnegie Mellon, Pittsburgh seorang mahasiswanya bernama Eka Namara Ginting, di sedang asyik mengutak - atik situs parawisata miliknya. Dia tidak pernah menyangka jika tujuh tahun kemudian, situs parawisata mengenai Bali itu menjadi portal travel dengan pemasukan menakjubkan, situsnya yang amat adalah Indo.com. Untuk model bisnis Eka memilih transaction aggregator, yaitu menjembatani penyedia, pembeli jasa perhotelan dan memfasilitasi terjadinya transaksi. Dengan nama situs Bali Online konsumen yang berminat akan diberi berbagai pilihan fasilitas hotel yang namanya tercantum di situs termasuk harganya, transaksi hanya berlangsung dalam hitungan kurang dari dua menit. Melalui situs Bali Online calon pelanggan diseluruh dunia dengan mudah melihat ketersediaan kamar di hotel-hotel anggota tersebut, dan kemudian mem-book-nya secara online -dengan kartu kredit- dari masing-masing negara sebelum berangkat ke Indonesia. Sebagai kompensasi, hotel yang sudah menjadi anggota dikenankan biaya berlangganan sebesar US$ 50-250, tergantung atas pilihan yang disepakati, selain itu Indo.com juga mendapatkan fee transaksi atau komisi, besarnya rata-rata 10 % dari tarif inap hotel.
Pemasukan lain dari Indo.com berasal dari transaksi barang seni dan kerajinan yang di pajang dalam perusahaan dotcom-nya. Berkat publikasinya tersebut pesanan dari luar negeri saat ini saja sudah mencapai US$ 1,7 miliar pertahun. Bisnis itu bisa meningkat menjadi US$ 3 miliar pada tahun 2004.

Analisa
Menganalisa awal kehancuran perusahaan dotcom di dunia sebenarnya hampir bersamaan dengan terpuruknya perekonomian Indonesia pada tahun 1998. Kehancuran ini sangat mengganggu kemampuan Indonesia dalam mengikuti perkembangan teknologi dunia. Sehingga Indonesia mengalami dua kerugian sekaligus yaitu terhambatnya transfer teknologi dan melemahnya daya beli masyarakat dalam berbagai sisi kehidupan.
Dalam upaya bangkit dari keterpurukan banyak pengusaha tergiur oleh perkembangan sistem perdagangan melalui Internet yang dianggapnya sangat menjanjikan tanpa melihat aspek-aspek lain yang terkait, dimana dunia advertising yg dianggap penyumbang terbesar dalam bisnis perusahaan dotcom kemajuannya tidak secepat pertumbuhan perusahaan dotcom itu sendiri sehingga berakibat banyaknya perusahaan yang gulung tikar.

Untuk Indonesia perusahaan dotcom itu sendiri masih tetap menjanjikan, karena masih ada perusahaan dotcom yang mampu tetap bertahan bahkan tetap menunjukan perkembangan yang signifikan tiap tahunnya. Tentunya untuk membangun perusahaam seperti itu kita harus tetap berpegang pada prinsip bahwa kejujuran (transparansi), keunikan/kekhasan (tidak hanya sekedar meniru), kreativitas (mampu melihat dari sudut yang tidak pernah diperkirakan orang lain), kerja keras (endurance) dan memiliki daya tahan (resisten) terhadap guncangan adalah kunci dari keberhasilan dalam dunia usaha.

referensi
http://wikihost.org/wikis/indonesiainternet/programm/gebo.prg?
name=sejarah_internet_indonesia:usaha_di_internet

http://www.geocities.com/info2006/artikel/detikcom.htm

http://www.komputeraktif.com//infoaktif.asp?judul=INFOAKTIF&tahun=2001&edisi=11

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0510/24/tekno/2149065.htm

http://www.swa.co.id/primer/swadigital/ebusiness/details.php?cid=1&id=856

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=301390&kat_id=4

http://www.korantempo.com/news/2002/4/25/Ekonomi%20dan%20Bisnis/19.html

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0103/06/iptek/feno37.htm

http://www.indo.com/

Tidak ada komentar: